Selasa, 23 Juni 2009



Review Tugas Besar

Tugas besar teknik komunikasi oleh dosen pengampu ialah pembuatan poster,Web,dan pembuatan Film,dimana semuanya mengambil tema tentang Kota berwawasan lingkungan.baik poster yang bertemakan kota yang berwawasan lingkungan,dan film yang mengangkat tema tentang Kota yang berwawasan lingkungan.


Proses pembuatan Tugas besar

Dalam proses pembuatan tugas besar,kelompok kami membagi tugas pada masing-masing tugas yang diberikan.Saya sendiri bertugas dalam pembuatan Web dan terlibat dalam pembuatan film.Untuk film yang dibuat,kelompok kami membuat film dengan tema Kota yang berwawasan lingkungan.dimana film yang berdurasi 10-15 menit ini menceritakan tentang adanya suatu relokasi pemukiman padat penduduk daerah BandarHarjo yang dilakukan oleh pemerintah kota.nantinya prmerintah kota berencana untuk merelokasi wilayah BandarHarjo itu sendiri menjadi wilayah pemukiman yang bagus,Dan pembangunan perumahan-perumahan bagi masyarakat yang tinggal disana,Pembangunan itu sendiri dilakukan dengan cara ditenderkan pemerintah kota kepada perusahaan swasta.Nantinya terdapat 2 perusahaan swasta yang mengikuti lelang tender tersebut.Namun terjadi kecurangan dalam pengadaan tender tersebut sehingga tender tersebut dimenangkan oleh PT Royal yang dipimpin oleh pak Leo(Leonardo Rio Wibowo).akan tetapi kecurangan tersebut akhirnya diketehui oleh masyarakat,dan lelang tersebut akhirnya jatuh ketangan PT Tripatra yang dipimpin oleh Pak Tangguh(Tagguh L.semendawai).

Saya sendiri berperan sebagai perwakilan PemKot yangt memberikan tender kepada ke2 perusahaan tersebut.Untuk karakter dalam peran saya sendiri,yaitu seorang yang licik,yang lebih mementingkan diri sendiri dan hanya mengambil keuntungan dari apa yang ada didepannya.

Saran

Sebelum saya menyampaikan saran,alangkah baiknya saya menyampaikan pendapat saya tentang tugas besar,maupun mata kuliah Teknik Komunikasi itu sendiri.Menurut saya pemberian tugas besar untuk mata kuliah teknik Komunikasi ini bertujuan sangat bagus,dimana dapat melatih mahasiswa lebih kreatif,lebih inovatif dalam menuangkan ide-idenya. dan juga dapat mengaspirasikan bakat dari pada mahasiswa itu sendiri.contohnya saja dalam film,mungkin dimana ada mahasiswa/mahasiswi yang mempunyai bakat dalam berakting bisa menyalurkannya dalam pembuatan film tersebut

Sedangkan untuk saran saya,mugkin lebih baik untuk mata kuliah teknik komunikasi tetap mengadakan ujian semesternya,dimana nantinya apabila nilai mahasiswa tidak baik dalam pembuatan tugas besar tersebut dapat dibatu dangan adanya ujian semester.Dan juga untuk deadline penyelesaian tugas besar tersebut dapat diperpanjang,sehingga mahasiswa sendiri dapat lebih maksimal dalam penyelesaian tugas tersebut.

mungkin saya kira ini saja,terima kasih saya ucapkan kepada dosen pengampu,assalamualaikum wr.wb.

Jumat, 28 November 2008


RELASI ANTARA URBANISASI, KEMISKINAN DAN KETENAGAKERJAAN YANG ADA DI INDONESIA

Urbanisasi di Indonesia dewasa ini sudah makin berkembang sehingga mulai menimbulkan masalah yang mau tidak mau mendesak para ahli, penata kota dan pengelola kota untuk memikirkan ini dengan seriu. Terlebih sejak pertumbuhan pembangunan di kota semakin kelihatan hasilnya sejak dekade tujuhpuluhan.Sebenarnya, dengan istilah urbanisasi dimaksudkan dengan proses menjadi kota, yang bisa berarti daerah pedesaan yang berkembang pada akhirnya menunjukkan ciri-ciri kota. Urbanisasi juga bisa diartikan sebagai proses yang dialami manusia dari kehidupan agraris pedesaan menuju kehidupan industri perkotaan. Tetapi rupanya istilah urbanisasi sudah banyak dimengerti masyarakat sebagai porses berpindahnya masyarakat dari desa ke kota atau bisa disebut dengan rural to urban migration. Sebetulnya proses perkembangan dari pola desa (rural) ke kota (urban) tidak bisa dilepaskan dari semakin berlipatgandanya penduduk kota.Gejala melonjaknya jumlah penduduk kota terasa sekali diseluruh dunia. Kenyataan melonjaknya jumlah penduduk kota jelas terlihat dibeberapa kota besar di tanah air ini. Kota Surabaya sebagai kota besar kedua di Indonesia setelah Jakarta, menunjukkan lonjakan penduduk yang pesat. Dengan jumlah penduduk yang kurang dari separuh dari Jakarta, menurut penelitian Departemen Litbang DPP- FBSI (Kompas 2 November 1982), dikemukakan fakta yang menunjukkan laju urbanisasi di Kota Surabaya sekitar 8-10% dari jumlah penduduk pertahun.Gejala melonjaknya jumlah penduduk kota juga terlihat di kota-kota lain di Indonesia, jika melihat data penduduk tahun 1961, disebutkan bahwa dari 97 juta penduduk Indonesia hanya 15% yang tinggal di kota-kota. Sensus tahun 1971, dari 119,2 juta penduduk 18 persen diantaranya tinggal di daerah perkotaan. Sensus pada tahun 1980 angka itu telah naik menjadi 22,4 % dari 147,5 juta peduduk. Jika dilihat angkanya ditahun 1971, penduduk Indonesia yang memadati kota-kota hanya berjumlah 21,5 juta, tetapi ditahun 1980 angka itu naik menjadi 33 juta. Jadi setiap tahun terjadi kenaikan rata-rata penduduk kota di Indonesia sebesar 4,8 %.Sekalipun dibanding dengan angka-angka urbanisasi dunia, angka-angka urbanisasi di Indonesia belum seberapa, tetapi menurut Gerarld Breze dalam bukunya yang berjudul Urbanization in Newly Developing Countries dikemukakan bahwa sekalipun secara kuantitatif rata-rata angka urbanisasi di negara maju lebih besar, tetapi secara kualitatif kemerosotan lingkungan kotalebih mengkhawatirkan, seperti Indonesia. Dari data-data diatas, makin jelas bagi kita bahwa perkembangan penduduk Indoneia dalam beberapa dekade ke depan akan terjadi lonjakan yang sangat tajam. Permasalahan tentang kependudukan ini harus segera dipikirkan secara serius, baik bagi para pemegang kebijaksanaan di pemrintahan, para penata dan pengelola kota, maupun bagi masyarakat kota itu sendiri. Selama ini, ada dua kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang dikembangkan. Pertama, mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan”. Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah penyangga pusat pertumbuhan”. Kebijaksanaan ini merupakan upaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat non-ekonomi.Perubahan tingkat urbanisasi tersebut bahkan diharapkan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu didorong pertumbuhan daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri perkotaan. Dengan demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai "orang kota" walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki nuansa pedesaan. Kebijaksanaan kedua adalah mengembangkan kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan. Ada beberapa yang bisa ditempuh mulai dari mengembangkan kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan. Strategi pembangunan pedesaan seperti pembangunan pusat-pusat pertumbuhan (growth center) maupun program kawasan terpadu seperti membentuk konsep desa kota ternyata kurang efektif dalam mencegah arus migrasi yang masuk ke kota. Ketidakmampuan pendekatan ekonomi dalam menjawab problem migrasi itu semestinya menjadi mata dan pikiran untuk mencari alternatif pendekatan lain.*** Salah satu masalah yang sangat penting yang tengah dihadapi oleh negara-negara di dunia ketiga adalah permasalahan tentang merebaknya kontradiksi ekonomi politik. Hal ini disebabkan karena angka pertumbuhan penduduk di kota-kota besar di dunia ketiga terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi (Brese, 1986:15). Selanjutnya angka pertumbuhan yang sangat tinggi tersebut tidak dibarengi dengan sebandingnya pertumbuhan di sektor industri. Kejadian seperti ini dapat kita sebut dengan istilah ”urbanisasi berlebih" atau over urbanization.Dalam perspektif dinamika perkembangannya, fenomena "urbanisasi berlebih" menarik perhatian para ahli karena fase perkembangannya yang unik tidak mengikuti proses urbanisasi yang terjadi seperti dinegara-negara maju. Jika urbanisasi di negara-negar maju terjadi sebagai akibat dari dari dan bersamaan dengan terjadinya pergeseran struktur mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian menuju ke sektor jasa melalui sektor industri manufaktur, tidak demikian yang terjadi pada negara-negara dunia ke tiga. Di negara dunia ketiga dengan kecepatan urbanisasi yang sangat fantastis dengan adanya ekspansi industri manufaktur terjadi karena tekanan perubahan-perubahan yang dahsyat yang terjadi di daerah pedesaan yang mendorong terjadinya okupasinal dari sektor pertanian langsung ke sektor jasa tanpa melalui perkembangan industri manufaktur. Masalah perkotaan, yang merupakan dampak dari adanya urbanisasi, merupakan topik hangat diakhir abad ini menjelang tahun 2000. Bahkan dalam Kongres Metropolis Sedunia dibahas 6 masalah pokok yang umum dihadapi oleh kota-kota besar dunia adalah masalah kependudukan, perumahan dan sarananya, lingkungan hidup, ekonomi kota, transportasi, organisasi dan manajemen perkotaan (Melbourne, 1990):1.Pertumbuhan penduduk perkotaan yang tidak terkendali2.perumahan rakyat dan sarana fisik dan sosial yang makin tidak memadai3.Lingkungan hidup dan kesehatan yang makin merosot 4.Ekonomi kota dan kesempatan kerja yang semakin tidak seimbang5.Lalulintas dan dan transportasi yang makin langka6.Organisasi dan manajemen perkotaan yang makin tidak mampuMasalah-masalah diatas semakin sulit untuk diatasi dalam permasalahan pertumbuhan, perkembangan, pembangunan dan pola kehidupan dikota modern. Ini disebabkan karena pertumbuhan dan penyediaan prasarana dan sarana selalu lebih lambat daripada tuntutan penduduk. Kondisi kota-kota dinegara berkembang, khususnya di wilayah Asia Pasifik juga menunjukkan gejala yang sama, bahkan lebih parah. Mengingat bahwa pertumbuhan kota-kota di kawasan Asia Pasifik berjalan lebih cepat sejalan dengan era globalisasi. Michael Lipton (1977) mengatakan urbanisasi merupakan refleksi dari gejala kemandekan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya pekerjaan dan fragmentasi lahan (sebagai faktor pendorong), serta daya tarik kota dengan penghasilan tinggi. Faktor pendorong dan faktor penarik sama-sama menjadi determinan penting. Urbanisasi menjadi pilihan yang rasional bagi penduduk didalam usaha mengejar pendapatan yang lebih baik daripada tetap bertahan didesa. proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memiliki tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi.Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.Buntunya Komunikasi Politik Terhadap KemiskinanKesenjangan yang tajam dalam pendapatan, kekayaan, kekuasaan, dan status memisahkan elit dari massa di sebagian besar dunia ketiga. Mayoritas warga kota di dunia ketiga memiliki standar hidup yang sangat rendah, karenanya tidak dapat dibandingkan dengan standar hidup warga kota di negara maju. Meskipun kehidupan sebagian besar warga kota lebih baik dari warga pedesaan namun sebenarnya banyak yang tidak mempunyai tempat untuk bernaung. Para pemimpin pemerintahan seringkali kkurang tanggap terhadap kebutuhan rakyat. Sebagian besar dilakukan dengan mempertahankan dukungan militer dalam mendorong investasi modal asing. Para pemimpin pemerintahan harus bergerak dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh penguasa-penguasa asing yang menawarkan investasi-investas. Dalam konteks kekuasaan semacam ini, suara rakyat biasanya masih dibungkam. Dinegara manapun, pejabat-pejabat pemerintah mangalokasikan berbagai sumberdaya dan menjatuhkan sanksi-sanksi. Proporsi sumberdaya yang mereka kontrol cenderung menjadi meluas dinegara-negara dunia ketiga. Pemerintah sering mengkontrol harga, misalnya misalnya produk pertanian yang harus dijual kepada agen yang telah ditunjuk pemerintah. Pemerintah mengalokasikan sumberdaya yang langka seperti kredit dan perdagangan luar negeri. Berbagai tingkatan aktivitas, mulai dari izin bangunan sampai pada izin perdagangan, biasanya dikontrol oleh peraturan pemerintah. Kebijakan industri di dunia ketiga cenderung berimplikasi politik secara langsung. Kebijakan industri itubukan hanya merupakan proporsi yang substansial bagi tenaga kerja yang bekerja di birokrasi pemerintahan, tetapi disebagian besar dunia ketiga. Badan-badan pemerintahan mempunyai kontrol penuh terhadap industri skala besar. Disamping itu pemerintah secara khusus terlibat dalam menetapkan upah dan dalam memapankan sektor industri kondisi kerja disektor swasta. Ekonomi negara manapun secara langsung tergantung pada kelangkaan tenaga kerjanya, tetapi pengaruh perbedaan sektor tenaga kerja bisa mendesak berbagai variasi.Disatu sisi, pekerja yang tidak memiliki keterampilan akan dengan mudah diganti dengan pekerja yang baru. Tetapi disisi lain, suplai tenaga kerja terampil sangat kurang. Pada saat yang sama keterbelakangan ekonomi cenderung sangat tergantung pada operasionalisasi yang efektif terhadap segelintir sektor kunci.Iklim Ketenagakerjaan di IndonesiaPertumbuhan tingkat ekonomi di Indonesia saat ini menunjukkan kemajuan diberbagai bidang pembangunan. Tetapi kemajuan ini masih belum dapat menangani masalah pengangguran terbuka. Pada tahun 2004 perkembangan ekonomi menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun demikian perkembangan ekonomi tersebut belum dapat mengimbangi meningkatnya angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 sebesar 103,9 juta jiwa dan ini berarti mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebesar kurang lebih 1,3 juta angkatan kerja baru memasuki pasar kerja.Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 kecenderungannya selalu meningkat. Jika pada tahun 2000, jumlah pengangguran terbuka 5,8 juta jiwa atau 6,1 persen dari angkatan kerja, meningkat menjadi 10,3 juta jiwa atau 9,9 persen pada tahun 2004. Meningkatnya pengangguran terbuka, baik jumlah maupun persentase selama lima tahun terakhir ini memerlukan perhatian serius, mengingat masalah ini dapat menimbulkan kerawanan sosial. Selain itu perlu dicermati pula pengangguran terbuka pada kelompok usia muda (15–24 tahun) yang jumlahnya 3,9 juta jiwa pada tahun 2000, telah meningkat menjadi 6,3 juta jiwa pada tahun 2004. Meningkatnya jumlah pengangguran terbuka pada usia muda tersebut merupakan masalah sekaligus tantangan pemerintah yang harus dapat dicari penyelesaiannya agar mereka dapat bekerja sesuai dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Di samping jumlah pengangguran terbuka yang besar di Indonesia, permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi adalah masih banyaknya pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Kondisi ini menyebabkan lapangan pekerjaan pada sektor yang digelutinya menjadi kurang produktif sehingga mengakibatkan mereka berpendapatan rendah. Rendahnya produktivitas dan pendapatan menjadi sumber utama yang menyebabkan mereka sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan atau sekitar garis kemiskinan (near poor). Selanjutnya perkembangan permasalahan lain yang memerlukan perhatian dengan sungguh-sungguh pada tahun 2006 adalah: Pertama, masih adanya kecenderungan penurunan pekerja formal dalam tahun 2001, 2002, dan 2003. Jika pada tahun 2001 pengurangan pekerja formal terjadi di daerah perdesaan sebanyak 3,3 juta orang, maka pada tahun 2002 pekerja formal berkurang lagi sebanyak kurang lebih 1,5 juta orang, dimana dari 1,5 juta orang tersebut 500 ribu merupakan pekerja formal di perkotaan. Sedangkan pada tahun 2003 menunjukkan bahwa pekerja formal berkurang sebanyak 1,2 juta orang, dimana 650 ribu orang kehilangan pekerja formal di perkotaan. Meskipun pada tahun 2004 lapangan kerja formal meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi belum cukup menggantikan kehilangan pekerja formal tahun-tahun sebelumnya. Kedua, masih besarnya lapangan pekerjaan di sektor informal yang tidak dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan pekerja informal. Adanya kecenderungan menurunnya pekerja formal pada lima tahun terakhir ini juga menjadi penyebab meningkatnya jumlah pekerja informal. Besarnya lapangan kerja informal membutuhkan perhatian khusus pula akan pemenuhan kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, sandang, dan papan yang kesemuanya itu harus dicerminkan dari upah riil pekerja informal. Ketiga, dengan terbatasnya kesempatan kerja di Indonesia, sementara peluang kesempatan kerja di luar negeri cukup besar maka permasalahan tenaga kerja Indonesia (TKI) juga akan mewarnai kondisi ketenagakerjaan yang membutuhkan perhatian utama dari pemerintah. Dalam hubungan ini upaya yang telah diambil pada tahun 2005 dapat terus ditingkatkan penyempurnaannya dalam hal penyelenggaraan, penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Upaya penyempurnaan tersebut terus dilakukan dengan meninjau kembali mekanisme perekrutan, pelatihan, pemberangkatan, penempatan, perlindungan, dan pemulangan TKI. Keempat, dengan meningkatnya tuntutan dunia kerja akan tenaga kerja terampil, ahli, dan kompeten seiring dengan tuntutan ekonomi global dibutuhkan perhatian ekstra untuk penyiapannya. Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang telah terbentuk pada tahun 2005 diharapkan dapat melaksanakan sertifikasi kompetensi tenaga kerja sesuai dengan tugasnya secara independen, transparan dan obyektif. Badan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal penyiapan TKI yang terampil, ahli, dan kompeten dalam rangka menghadapi persaingan global. Kelima, dengan meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia yang diiringi dengan meningkatnya intensitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja, maka upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis membutuhkan perhatian pula dari pemerintah. Hubungan industrial yang harmonis dapat tercipta jika terdapat keseimbangan dan kesejajaran antara pekerja dan pemberi kerja dalam memperjuangkan hak-haknya. Selain itu, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2005 tentang penangguhan mulai berlakunya UU No. 2 Tahun 2004 mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial juga dibutuhkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam rangka memberikan kepastian hukum dan aturan main ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, pada tahun 2006 tuntutan akan terciptanya hubungan industrial yang harmonis diperkirakan akan terus meningkat. Dengan kondisi penganggur terbuka yang jumlahnya besar, umumnya berpendidikan dan berketerampilan rendah serta sebagian besar berusia muda, maka upaya yang telah ditempuh pemerintah pada tahun 2005 melalui kebijakan pasar kerja yang fleksibel akan terus dilanjutkan pada tahun 2006. Dengan kebijakan tersebut, bila terjadi goncangan (shock) dalam perekonomian maka penyesuaian lebih banyak dilakukan melalui upah riil dan bukan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan kebijakan pasar kerja yang fleksibel akan mendorong kesempatan kerja pada industri padat pekerja yang sangat dibutuhkan Indonesia mengingat jumlah angkatan kerja baru demikian besar. Kebijakan pasar kerja yang dibuat juga harus mempermudah orang untuk melakukan kegiatan ekonomi termasuk bagi pengusaha kecil dan rumah tangga. Dari uraian diatas terdapat lima tantangan utama dalam memperbaiki iklim tenaga kerja yang ada di Indonesia, antara lain:1.Memperbaiki kebijakan pasar kerja agar lebih luwes dan dapat menciptakan sebanyak-banyaknya lapangan kerja formal2.Mencari pola hubungan industrial baru di antara pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja dalam rangka menciptakan hubungan industrial yang harmonis3.Menyempurnakan penyelenggaraan pelatihan kerja dan meningkatkan kompetensi melalui sertifikasi tenaga kerja4.Menyempurnakan mekanisme penempatan dan perlindungan tenaga kerja ke luar negeri5.Menyempurnakan berbagai upaya penciptaan kesempatan kerja yang dilakukan oleh Pemerintah.
Riwayat masuk Undip
Pada awalnya niat untuk masuk jurusan Teknik Planologi itu gak ada,karena pada dasarnya niat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi itu pengennya unutk melanjutkan sekolah ke jurusan Teknik Geologi Universitas Negri Padjadjaran Bandung.Keinginan untuk melanjutkan kesana itu telah ada sejak saya duduk dikelas 1 SMA.
Tapi setelah saya mengikuti tes masuk Unpad tersebut,ternyata allah berkehendak lain kepada saya,saya tidak diterima di jurusan tersebut.pada awalnya saya merasa stress dengan keadaan tersebut,karena keinginan saya untuk masuk di Jurusan dan Universitas yang saya inginkan sejak dulu tidak tercapai.
Setelah itu,saya mulai bercerita dan ngobrol-ngobrol dengan kedua orang tua saya,dan mereka memutuskan saya untuk masuk ke jurusan Planologi yang pada awalnya saya sendiri tidak tau apa itu Planologi.kedua orang tua saya menruh untuk mengikuti tes masuk Jurusan Teknik Planologi yang pada saat itu saya mengikuti tes masuk UNISBA,dan UNDIP,ternyata hasil akhir saya keterima dikedua Univesitas tersebut,dan pada akhirnya saya memilih UNDIP untuk kelanjutan sekolah saya.
Seneng rasanya..,, terimakasih kepeda allah..,
Planologi Jaya…..,,,!!!!!!


Nama : Rizky Dwi Apriandi
Panggilan : Rizky
NIM : L2D 008 110
Fakultas : Fakultas Teknik,Uiversitas Diponegoro,semarang
Jurusan : Teknik Planologi
Alamat : jl Tembalang,Gg Bulusari 1,no.14B,Semarang.
Alamat asal : jl Garuda Sakti,Gg Garuda 1,Panam,Pekanbaru,Riau.
Sekolah Asal : SMAN Pekanbaru
Hoby : Futsal
Cita-Cita : Pengusaha,Konsultan

Kamis, 27 November 2008